Ini Yang Harus Di Waspadai Oleh Indonesia, Terhadap Kudeta Myanmar.

Senzangwarna. com-Myanmar sedang bergejolak setelah tokoh politiknya Aung San Suu Kyi dan Presidennya di tahan oleh Militer Myanmar.
Menurut Laman Detik.com “Indonesia perlu mewaspadai beberapa dampak. Geopolitik dari gejolak ini

Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Teuku Rezasyah mengingatkan bahwa sesama negara ASEAN untuk saling menahan diri. Bahkan, jika ada gelombang kritik dari luar ASEAN, Indonesia harus turut mengingatkan.

“Kalaupun terjadi gelombang kritik yang luar biasa dari luar ASEAN, maka Indonesia dan negara-negara dalam ASEAN lainnya akan meminta para pengkritik tersebut menahan diri, guna mencegah pihak militer Myanmar terpancing untuk melakukan perilaku yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ASEAN Charter,” kata Rezasyah saat dihubungi, Senin (1/2/2021).Peringatan yang disampaikan olehnya ini bukan tanpa sebab. Menurutnya, dikhawatirkan pemerintah transisi Myanmar saat ini bisa memainkan sebuah skenario.

“Dikhawatirkan, pemerintahan transisi yang sedang dipimpin kalangan militer ini akan tanpa sadar memainkan sebuah skenario, guna mengambil manfaat dari persaingan AS-RRC di Asia Tenggara,” ujarnya.

Dia mengatakan bahwa bergesernya Myanmar dalam berbagai kesepakatan harus diwaspadai. Termasuk terkait Laut China Selatan.

“Adapun tindakan yang perlu diwaspadai dari sebuah pemerintahan transisi seperti ini adalah bergesernya Myanmar dari berbagai kesepakatan yang menyangkut Laut China Selatan; serta Zone of Peace, Freedom and Neutrality (Zopfan),” tuturnya.

Selain itu, hubungan ekonomi China dan Myanmar pun perlu diperhatikan. Hal ini bisa berpotensi membuat Myanmar memakai ASEAN sebagai rujukan politik.

“Mengingat kerapatan ekonomi antara Myanmar dan RRC, dikuatirkan pemerintahan transisi ini berpotensi menolak menjadikan ASEAN sebagai rujukan politik luar negerinya, namun justru berpaling ke RRC,” tuturnya.

Seperti dilansir AFP, Senin (1/2/2021), Myo Nyunt, juru bicara Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang menaungi Suu Kyi dan kini berkuasa di Myanmar, membenarkan kabar penahanan Suu Kyi oleh militer Myanmar.

Myo Nyunt menuturkan Suu Kyi dan beberapa tokoh senior pemerintahan lainnya ditahan di Ibu Kota Naypyitaw. Salah satu tokoh senior yang ditahan adalah Presiden Myanmar Win Myint.

Baca Juga: Netizen” Banyak Yang Kaget Mendapatkan Status Dari WhatsApp.

Baca Juga: Kemenkes Mengizinkan” Semua Rumah Sakit di Indonesia, Baik Negeri dan Swasta Untuk Memberikan Layanan Pasien COVID-19.

Baca Juga: Surat Tes Covid-19 Palsu” Rawan Terjadinya Penularan

Dia juga menambahkan bahwa beberapa menteri dari negara bagian besar di Myanmar juga ditahan oleh militer. “Militer tampaknya menguasai ibu kota sekarang,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Myo Nyunt juga menyatakan bahwa NLD menduga penahanan Suu Kyi dan tokoh senior ini merupakan bagian dari upaya kudeta oleh militer Myanmar.
Militer Myanmar juga menetapkan keadaan darurat dan mengumumkan pihaknya mengambil alih kekuasaan atas pemerintah Myanmar selama 1 tahun.
Seperti dilansir Channel News Asia, Senin (1/2/2021), pengumuman itu disampaikan melalui sebuah video yang ditayangkan oleh saluran televisi yang dimiliki militer Myanmar, Myawaddy TV, pada Senin (1/2) waktu setempat.

Disebutkan dalam siaran Myawaddy TV bahwa kekuasaan diserahkan kepada Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) meminta semua pihak di Myanmar untuk menahan diri dan mengutamakan dialog.

“Indonesia sangat prihatin atas perkembangan politik terakhir di Myanmar,” tulis Kementerian Luar Negeri dalam akun Twitter resminya @kemlu_RI, Senin (1/2/2021).

Lebih lanjut, Indonesia mengimbau pihak di Myanmar mengedepankan penggunaan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam ASEAN, diantaranya komitmen pada hukum, kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional. Indonesia menilai perselisihan terkait pemilu dapat diselesaikan dengan mekanisme hukum yang ada.

Sementara BBC.com dalam halamannya menulis Presiden Joe Biden memperingatkan Amerika Serikat akan meminta pertanggungjawaban militer Myanmar karena menghentikan transisi demokrasi dan melancarkan kudeta.

Dalam sebuah pernyataan, Presiden Biden menggambarkan penahanan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan pejabat-pejabat sipil lain sebagai “serangan langsung terhadap demokrasi dan supremasi hukum”.

“Di alam demokrasi, militer tidak boleh menafikan keinginan rakyat atau mencoba untuk menghapus hasil pemilihan yang jujur dan adil,” kata Biden.

Ia menyerukan masyarakat internasional untuk bersatu menekan militer Myanmar, agar sesegera mungkin menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil dan mencabut semua pembatasan.

Pernyataan ini dikeluarkan setelah militer Myanmar memecat 24 menteri dan mengangkat 11 menteri baru di bawah pemerintahan baru, menyusul pengambilalihan kekuasaan dan pemberlakuan kondisi darurat hari Senin (01/02).

Aung San Suu Kyi lahir 19 Juni 1945; umur 75 tahun) adalah seorang aktivis prodemokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democracy (Persatuan Nasional untuk Demokrasi atau NLD). Saat ini, ia menjadi tahanan rumah. Pada 1991, ia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian atas perjuangannya dalam memajukan demokrasi di negaranya tanpa menggunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer. Ia dibebaskan secara resmi oleh junta militer Myanmar pada tanggal 13 November 2010 setelah mendekam sebagai tahanan rumah selama 15 tahun dari 21 tahun masa penahanannya sejak pemilihan umum tahun 1990. Sejak 6 April 2016, Suu Kyi menjabat sebagai State Counsellor atau penasihat negara Wikipedia, Senzangwarna.com/Niko

Buka Disini..

Views: 0